Wednesday, June 11, 2008

Garbage = kesadaran diri?

Baru saja saya agak "ngeh" dengan sebuah iklan layanan masyarakat yang bertemakan 100 tahun kebangkitan negara kita tercinta ini (dibaca : Indonesia). Iklan layanan masyarakat tersebut mencoba untuk berbicara kepada kita mengenai pentingnya membangun budaya membuang sampah pada tempatnya. Yup, pasti kata B.O.S.A.N dan I.T.U.I.T.U.L.A.G.I langsung muncul dibenak kita semua setiap kali konteks buanglah sampah pada tempatnya itu muncul (begitu pula saya):p. Jujur, saya bukan orang yang lebih baik secara kualitas daripada anda termasuk pula dalam konteks membuang sampah ini. Hanya saja, saya patut memberikan pujian & penghargaan secara moril bagi si pembuat iklan tersebut. Pasalnya, saya tidak mengerti bagaimana "dia" bisa mendapat ilham dan mencoba mengusung konsep untuk membangun kesadaran dari diri sendiri yang "dia" yakini dapat menjadi tonggak pembentuk budaya baru di lingkungan kita yakni membuang sampah itu tadi. Padahal saya yakin, si pembuat iklan hingga saat ini masih hidup ditengah-tengah kondisi masyarakat kita yang mayoritas sudah "fasih" dengan budaya "memaksa" (termasuk saya, wong dipaksa aja masih banyak yang ngeyel):p.

Yup, iklan non komersial tersebut mencoba menyampaikan kepada saya selaku target iklan untuk menumbuhkan kesadaran diri dalam membuang sampah di tempatnya. Hebatnya iklan ini sama sekali tidak ditemukan nada-nada yang bersifat menggurui. Hebatnya lagi, iklan ini juga tidak mengajak kita untuk "berkoar-koar" meminta kepada orang lain agar membuang sampah pada tempatnya. Semuanya hanya berfokus pada diri kita sebagai individu (dibaca : target iklan):p. Intinya, kita hanya diminta untuk menumbuhkan kesadaran diri kita didalam membuang sampah, tidak lebih. Karena (menurut si pembuat iklan), hanya dengan menumbuhkan kesadaran didalam diri kita saja (masih didalam konteks terkait), itu sudah lebih dari cukup. Harapannya, apabila kita sebagai individu sudah memiliki kesadaran akan hal itu, tanpa kita sadari, kita juga akan membangun budaya tersebut didalam lingkungan kita.

Sekali lagi, saya bukanlah orang yang peduli dengan hal tersebut tadinya. Semenjak duduk di bangku kuliah, baru saya "mencoba" untuk membuang sampah pada tempatnya. Itu pun dengan prinsip yang sama dengan mekanisme pesan iklan tersebut. Pikir saya (hingga saat ini masih berlaku):p, yang penting saya sudah memiliki sedikit "niat" untuk ke arah yang lebih baik dan saya sama sekali tidak mengharapkan semua orang akan seperti saya. Toh saya juga tidak lebih baik dari pada mereka (dibaca : orang lain). Maksud saya, setiap orang adalah istimewa dengan setiap karakteristik, kelebihan dan kekurangannya. Apapun pilihan setiap orang akan hidupnya adalah suatu hak hakiki yang jelas harus dihormati.

Kesimpulan yang saya dapat dari "iklan" yang membuat saya "ngeh" ini adalah betapa pentingnya kesadaran diri itu. Saya pribadi jauh lebih menghargai orang yang tetap membuang sampah sembarangan tetapi itu adalah "dirinya" daripada orang yang membuang sampah pada tempatnya namun karena adanya paksaan atau bukan dari kesadaran dirinya sendiri even efeknya sangat negatif kalau membuang sampah sembarangan.:p Alasannya yah mudah, sesuatu yang dimulai dari kesadaran diri sifatnya akan jauh lebih long term dibandingkan dengan suatu yang sifatnya dipaksa atau dicekoki. Intinya, setiap tindakan positif alangkah baiknya jika diawali dengan kesadaran dari diri sendiri untuk memulai hal tersebut. (11/06/2008)

Tuesday, June 10, 2008

Sibuk nyari gawean :p

Selamat pagi Jakarta. Well, tidak terasa sudah 4 bulan berjalan, saya menghabiskan waktu untuk mencari gawean yang cocok. Kadang-kadang sempet bertanya sih sama diri sendiri, buat apa nyari kerjaan yang mendekati perfect sesuai dengan kriteria, toh kita ga akan bisa memprediksikan apakah kita tetep bakal stay lama atau cuma bentar di suatu company. Tapi jujur saya masih bisa berbangga hati karena hingga saat ini, saya masih mengikuti kata hati saya buat mencari job yang cocok plus nyokap bokap masih belom ngoceh-ngoceh wkwkwk. Kalau nanti persediaan duit di kantong mulai menipis, wkwkwkw kayaknya ideologi itu bakal goyah.:p

Yup, saya cuma bisa bersabar dan pantang menyerah hingga dapet gawean yang saya mau. Jakarta ternyata memang kota besar yang "sadis" (katanya Afgan):p. Even kita punya titel segudang dan punya pengalaman yang seabrek-abrek, ga menjamin kita bakalan dapet job dengan cepat. Sifat picky dalam diri saya juga kadang-kadang menjadi satu alasan mengapa saya masih jobless hingga saat ini. Ibaratnya sudah buang energi dan waktu untuk interview hingga tahap final, lolos trus dilepas begitu aja. Yah, inilah saya dengan sifat ke"picky"an saya. Asli saya pengen banget buang sifat saya yang satu itu tapi susah buanget.:p Kalau kata temen saya sih, ga salah lah mau milih yang terbaik buat diri sendiri. Ada benernya juga sih, cuma kalau berpatokan dengan peribahasa diatas langit masih ada langit dan kemudian dicombine dengan sifat manusia yang ga pernah puas akan apapun, argh..... pusing ujung-ujungnya wkwkwkwkwk.

Akhir kata, semoga saya bisa mendapat job yang "mendekati" kriteria job harapan saya dah. Itu aja udah bersyukur banget.:p Ayo semangat... (10/06/2008)